Makalah Akuntansi Perpajakan
Kasus penggelapan pajak: Kabupaten
Bireuen (Aceh)

“Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas individu pada mata
kuliah Akuntansi Perpajakan dengan dosen pengampuh Rida Ariani, S.E., M.Si”
Disusun oleh
Hendrik Isak Makasar
(T02.16.0022)
Program Studi
S1 Akuntansi
Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Totalwin
Semarang
2018
Kata
pengantar
Pujib syukur kehadirat Tuhan Yesus karena
berjat dan kebaikan-Nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan makalahdengan
judul “kasus penggelapan pajak: kabupaten Bireuen” ini dengan suatu keadaan yang baik.
Adapun penulisan makalan ini
sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Akuntansi perpajakan. Adapu isi dari
makalah ini membahas tentang kasus penggelapan pajak yang dilakukan dan unsur pidana
yang ada didalam kasus tersebut, serta pasal-pasal yang dikenakan dalam
tindakan penggelapan pajak.
Penulis menyampaikan rasa terima
kasih yang sebanyak-banyaknya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis
dalam mengerjakan mekalah ini. Penulis sekaligus juga berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Disertai dengan rasa rendah hati,
kritik dan saran sangat dibutuhkan penulis yang membangun dari pembaca sekalian
agar meningkatkan dan merevisi kembali pembuatan makalah ini ditugas lain dan
ewaktu berikutnya.
Semarang,
2018
penulis
Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
Bab 1 pendahuluan
A.
Latar belakang
B.
Rumusan
masalah
C.
Tujuan
Bab 2 pembahasan
A.
Pengertian dan perbedaan dari penggelapan
pajak dan penghindaran pajak?
B.
Pasal-pasal apa saja yang dikenakan dalam
tindakan penggelapan pajak?
C.
Siapakah
yang melakukan penggelapan pajak di kabupaten Bireuen?
D.
Bagaimana
awal mula kasus Penggelapan Pajak yang dilakukan terbongkar dan diketahui
oleh Negara?
E.
Jenis
pajak apa saja yang di gelapkan ?
F.
Berapa
besar pajak yang digelapkan?
G.
Unsur
pidana apa saja yang masuk dalam tindakan penggelapan pajak?
H.
Adakah
tindakan pelanggaran hukum lain selain penggelapan pajak?
Bab 3 penutup
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Daftar
isi
Bab 1
Pendahuluan
A.
Latar belakang
Pajak menjadi
sumber penerimaan suatu Negara selain penerimaan yang berasal dari sumber
migas dan non migas. Dengan kedudukan yang sedemikian penting, maka pajak
merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik oleh suatu
negara. Dalam struktur organisasi keuangan Negara, yang menjalankan tugas dan
fungsi penerimaan pajak ialah Direktorat Jenderal Pajak yang berada dibawah
Departemen Keuangan Republik Indonesia. Dari berjalannya tahun
telah banyak kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai
sumber penerimaan Negara. Kebijakan tersebut bisa dilakukan dengan cara
menyempurnakan undang-undang, dalam penerbitannya peraturan perundang-undangan
yang baru dalam hal perpajakan, yang berguna untuk meningkatkan kepatuhan
wajib pajak maupun menggali sumber hukum pajak lainnya Berbagai upaya
yang dilakukan belum juga menunjukkan perubahan yang signifikan bagi penerimaan
Negara. Bahkan kondisi ini semakin parah pada tahun 1997 dengan terjadinya
krisis ekonomi yang melanda bahkan krisis multi dimensi yang sampai sekarang
ini belum terselesaikan di Indonesia.
Pada
umumnya penerimaan pajaknya yang terbesar dari negara berkembang berasal dari
pajak yang tidak langsung. Ini disebabkan karena negara berkembang termasuk
dalam ketegori golongan yang berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya.
Namun dalam masalah ini masih juga banyak sekali terjadi pengusaha yang
melarikan diri dari kewajibannya dalam membayar pajak atau dalam arti lain
melakukan penyelewengan pajak dimana dengan melakukan pelarian diri dari pajak.
Hal ini dapat saja disebut dengan pelanggaran terhadap undang undang dan yang
mempunyai resiko yang dapat merugikan negara. Selain itu masih banyak terjadi
kasus penggelapan pajak yang masih bisa lepas dari jeratan hukum dan yang masih
mengapung kasusnya. Hal ini dikarenakan aparat penegak hukum kita tidak bisa tegas
dan sungguh-sungguh dalam menegakkan keadilan. Yang ada justru berusaha
menyiasati hukum dengan segala cara yang tidak lain dan tidak bukan
dalam tujuannya.
B.
Rumusan masalah
1)
Pengertian
dan perbedaan dari penggelapan pajak dan penghindaran pajak?
2)
Pasal
apa saja yang dikenakan atas tindakan penggelapan pajak?
3)
Siapakah
yang melakukan penggelapan pajak di kabupaten Bireuen?
4)
Bagaimana
awal mula kasus Penggelapan Pajak yang dilakukan terbongkar dan diketahui
oleh Negara?
5)
Jenis
pajak apa saja yang di gelapkan ?
6)
Berapa
besar pajak yang digelapkan?
7)
Unsur
pidana apa saja yang masuk dalam tindakan penggelapan pajak?
8)
Adakah
tindakan pelanggaran hukum lain selain penggelapan pajak?
C.
Tujuan
1)
Mengetahui
pengertian dan perbedaan penggelapan pajak dan penghindaran pajak
2)
Mengetahui
pasal apa saja yang di kenakan dalam tindakan penggelapan pajak
3)
Mengetahui
dalang dari kasus penggelapan pajak dikabupaten Bireuen
4)
Mengetahui
awal mula penggelapan pajak di kabupaten Bireuen terbongkar
5)
Mengetahui
jenis pajak apa saja yang digelapkan
6)
Mengetahui
seberapaq besar pajak yang digelapkan
7)
Mengetahui
unsur pidana apa saja yang masuk dalam tindakan penggelapan pajak
8)
Mengetahui
apakanya ada tindakan pudana lain selain penggelapan pajak yang dilakukan oleh
tersangka.
Bab 2
Pembahasan
A.
Pengertian dan perbedaan
penggelapan pajak dan penghindaran pajak?
·
Penggelapan Pajak (Tax
Evasion)
Penghindaran pajak dengan cara
illegal adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi
aturan yang berlaku
Penggelapan pajak (tax evasion) secara umum bersifat melawan hukum (ilegal) dan mencakup perbuatan sengaja tidak melaporkan secara lengkap dan benar obyek pajak atau perbuatan melanggar hukum (fraud) lainnya.
Penggelapan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya.
Penggelapan pajak (tax evasion) secara umum bersifat melawan hukum (ilegal) dan mencakup perbuatan sengaja tidak melaporkan secara lengkap dan benar obyek pajak atau perbuatan melanggar hukum (fraud) lainnya.
Penggelapan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya.
Wajib pajak kecil
cenderung melakukan penggelapan pajak (Tax Evation). Karena:
· Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak.
· Apabila dokter/profesional bebas menyembunyikan sebahagian pendapatannya, kecil kemungkinan diketahui oleh fiscus karena dia sendiri yang mencatat penghasilannya.
· Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh fiscus karena biaya yang dibayar oleh pasien kepada dokter tidak mengurangi penghasilan kena pajak seseorang. Biaya tersebut dianggap sebagai konsumsi.
· Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak.
· Apabila dokter/profesional bebas menyembunyikan sebahagian pendapatannya, kecil kemungkinan diketahui oleh fiscus karena dia sendiri yang mencatat penghasilannya.
· Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh fiscus karena biaya yang dibayar oleh pasien kepada dokter tidak mengurangi penghasilan kena pajak seseorang. Biaya tersebut dianggap sebagai konsumsi.
·
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Dalam penjelasan
Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) telah
dinyatakan bahwa pajak merupakan salah satu sarana dan hak tiap wajib pajak
untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Namun bagi
pelaku bisnis pajak dianggap sebagai beban investasi. Oleh karena itu, adalah
wajar bila perusahaan / pengusaha berusaha untuk menghindari beban pajak dengan
melakukan perencanaan pajak yang efektif. Menurut Arnold dan McIntyre (1995),
penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan upaya penghindaran atau penghematan
pajak yang masih dalam kerangka memenuhi ketentuan perundangan (lawful
fashion).
Penghindaran
pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
* Menahan Diri
* Menahan Diri
Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak
melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak. Contoh:· Tidak merokok agar
terhindar dari cukai tembakau
· Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari pajak atas pemakaian barang tersebur. Sebagai gantinya, menggunakan ikat pinggang dari plastik.
· Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari pajak atas pemakaian barang tersebur. Sebagai gantinya, menggunakan ikat pinggang dari plastik.
*Pindah
Lokasi
Memindahkan lokasi
usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif
pajaknya rendah. Biasanya,
hal ini jarang terjadi. Yang terjadi hanya pada pengusaha yang baru membuka
usaha, atau perusahaan yang akan membuka cabang baru. Mereka m
*Penghindaran
Pajak Secara Yuridis
Perbuatan dengan cara
sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terkena
pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidak jelasan
undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak
secara yuridis. Contoh:
· Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut undang-undang yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Penghindarannya dengan cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini. Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan sebagai biaya sehingga pajaknya berkurang.
· Di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut undang-undang yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Penghindarannya dengan cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam penyaluran tunjangan ini. Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan yayasan menyalurkannya ke pegawai dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap dapat beras dan hal itu dibebankan sebagai biaya sehingga pajaknya berkurang.
B.
Pasal-pasal yang dikenakan
dalam tindakan penggelapan pajak?
Berikut ringkasan
beberapa pasal dalam KUP yang dikenakan atas tindak pidana perpajakan
diantaranya:
Pasal 38: Perbuatan alpa dalam pidana pajak, Tidak menyampaikan SPT, Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar (bukan untuk pertama kali), dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana Kurungan maksimal satu tahun, atau Denda maksimal dua kali pajak yang terutang atau kurang dibayar.
Pasal
39 Ayat (1): Perbuatan sengaja :
Tidak
mendaftarkan diri;
·
Menyalahgunakan NPWP/NPPKP;
·
Tidak menyampaikan SPT;
·
Menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/tidak lengkap;
·
Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
·
Memperlihatkan pembukuan palsu/dipalsukan;
·
Tidak menyelenggarakan/memperlihatkan/meminjamkan Pembukuan;
·
Tidak menyimpan buku, catatan, dokumen cfm pasal 28 ayat (11) UU KUP;
·
Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut,
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
Negara, dikenakan sanksi pidana Penjara minimal 6 bulan maksimal 6 Tahun dan Denda
minimal 2 kali maksimal 4 kali jumlah pajak yang terutang/kurang dibayar
Pasal 39 ayat (2) : Pengulangan perbuatan Pidana; Ancaman Pidana sebagaimana dimaksud (Pasal 39 Ayat
(1)) dilipatkan dua, Dengan syarat belum lewat satu tahun selesai menjalani
pidana, melakukan lagi Tindak Pidana
Pasal 39 ayat (3) : Perbuatan Percobaan Pidana, Percobaan :
·
Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP.
·
Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap.
(Dalam rangka mengajukan restitusi atau kompensasi
atau pengkreditan pajak), sanksi Pidana Penjara Minimal 6 Bulan Maksimal 2
Tahun dan Denda Minimal 2 Kali Maksimal 4 Kali jumlah restitusi atau kompensasi
atau pengkreditan pajak.
Pasal 39A : Sengaja
Menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur pajak, bukti potput, dan /atau SSP yang
tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau Menerbitkan faktur pajak tetapi
belum dikukuhkan sebagai PKP, sanksi
pidana Penjara minimal 2 Tahun maksimal 6 Tahun Serta Denda Minimal 2 Kali
Maksimal 6 Kali jumlah faktur pajak atau Potput atau SSP.
Pasal 41A : Tidak memberikan keterangan/bukti, Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, terkait dengan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta. (Pasal 35 ayat (1) UU KUP).
Setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 41B : menghalangi/mempersulit penyidikan, Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 41C : Tidak memberikan data/informasi :
Pasal 41A : Tidak memberikan keterangan/bukti, Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, terkait dengan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta. (Pasal 35 ayat (1) UU KUP).
Setiap orang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 41B : menghalangi/mempersulit penyidikan, Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 41C : Tidak memberikan data/informasi :
·
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib
memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada
Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 35 ayat (1) UU KUP) jika setiap orang dengan
sengaja tidak memenuhinya, diancam pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
·
Setiap orang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban Pasal
35A ayat (1), pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00
·
Setiap orang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang
diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh)
bulan atau denda maks. Rp800.000.000,00
·
Setiap orang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan
sehingga menimbulkan kerugian kepada Negara, pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00.
Pasal 43: Penyertaan Perbuatan Pidana,
a)
Ketentuan sebagaimana pasal 39 dan 39A berlaku juga bagi wakil,
kuasa, pegawai dari wajib pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan, turut
serta melakukan, menganjurkan, membantu melakukan tindak pidana
b) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41A dan 41B berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan,
yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan.
Pasal 40 : Daluarsa: Tindak Pidana di Bidang Perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau sepuluh tahun sejak:
·
saat terutangnya pajak,
·
berakhirnya Masa Pajak,
·
berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau
·
berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan
C.
pelaku kasus penggelapan
pajak didaerah Bireuen?
Kasus dugaan
penggelapan pajak di Kabupaten Bireuen ini berawal dari laporan Kanwil DPJ Aceh
20 April 2010. Dalam laporan tersebut dinyatakan adanya dugaan Penggelapan Uang
Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah dipungut
di Bireuen. Tapi uang itu tidak disetorkan ke kas negara, melainkan dipinjamkan
ke orang lain oleh Muslem Syamaun yang saat itu menjabat Bendaharawan Umum
Daerah (BUD) Bireuen.
Dalam
pengusutan kasus ini, Polda Aceh telah menetapkan mantan Pemegang Kas Bendahara
Umum Daerah (BUD) Bireuen Muslim Syamaun sebagai tersangka tunggal. Tak hanya
itu, dalam kasus ini Polda Aceh telah menetapkan 14 orang yang meminjam uang
pada tersangka sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). Hal ini dilakukan karena
ke 14 orang tersebut sudah 2 kali tidak memenuhi panggilan polisi untuk proses
pemeriksaan.
Berdasarakan
audit sementara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Aceh, potensi kerugian dalam kasus tersebut sebesar Rp. 28 milliar.
Kerugian ini berbeda dengan potensi kerugian negara yang ditetapkan oleh
pejabat Kantor Wilayah Pajak Provinsi Aceh yang mencapai Rp. 50 milliar lebih.
Angka sebesar ini termasuk denda pajak dan bunga pajak yang seharusnya ikut
disetor ke kas negara.
D. Awal mula terbongkarnya
kasus penggelapan pajak didaerah Birueun?
Masyarakat
Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Kapolda Aceh untuk membuka dan mengusut
kembali kasus penggelapan pajak di Kabupaten Bireuen yang terjadi dari tahun
2007 – 2010. Sebelumnya kasus ini sudah pernah ditangani oleh oleh Polda Aceh,
akan tetapi berdasarkan petunjuk Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh kasus ini
ditutup dan diserahkan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh untuk
penyelesaiannya.
Kasus dugaan
penggelapan pajak di Kabupaten Bireuen ini berawal dari laporan Kanwil DPJ Aceh
20 April 2010. Dalam laporan tersebut dinyatakan adanya dugaan Penggelapan Uang
Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah dipungut
di Bireuen. Tapi uang itu tidak disetorkan ke kas negara, melainkan dipinjamkan
ke orang lain oleh Muslem Syamaun yang saat itu menjabat Bendaharawan Umum
Daerah (BUD) Bireuen.
E.
Jenis pajak apa saja yang
digelapkan?
Pajak yang digelapkan oleh
tersangka adalah Pajak Penghasilan(PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di
wilayah Bireuen.
F.
Berapa banyak pajak yang
digelapkan?
Berdasarakan audit sementara yang dilakukan oleh Badan
Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, potensi kerugian dalam kasus
tersebut sebesar Rp. 28 milliar. Kerugian ini berbeda dengan potensi kerugian
negara yang ditetapkan oleh pejabat Kantor Wilayah Pajak Provinsi Aceh yang
mencapai Rp. 50 milliar lebih. Angka sebesar ini termasuk denda pajak dan bunga
pajak yang seharusnya ikut disetor ke kas negara.
G.
Unsur pidana apa saja yang
terjadi dari kasus penggelapan pajak tersebut?
Berdasarkan
analisis MaTA, kasus penggelapan pajak yang terjadi di Kabupaten Bireuen telah
memenuhi unsur tindak pidana korupsi dengan alasan sebagai berikut:
·
Tindakan
penggelapan pajak yang dilakukan oleh Muslem Syamaun merupakan tindakan yang
melawan hukum;
·
Pada
saat penggelapan pajak dilakukan, Muslem Syamaun merupakan Pemegang Kas
Bendahara Umum Daerah (BUD) Bireuen, disini dia telah menyalahgunakan
kewenangannya sebagai Pemegang Kas BUD;
·
Uang
hasil penggelapan pajak tersebut, selain digunakan untuk dirinya juga diberikan
kepada orang lain dalam bentuk pinjaman. Disini jelas bahwa, akibat tindakan
penggelapan pajak itu, Muslem Syamaun tidak hanya menguntungkan diri sendiri
akan tetapi juga menguntungkan orang lain;
·
Akibat
tindakan penggelapan pajak itu, jelas negara dirugikan puluhan milliar.
H.
Apakah ada tindakan pidana
lain selain penggelapan pajak yang dilakukan oleh tersangka?
Selain itu melakukan penggelapan pajak, MaTA menduga
Muslem Syamaun juga telah melakukan upaya pencucian uang (money loundring).
Hasil penggelapan pajak yang didapat, selain digunakan untuk membeli beberapa
barang dan aset, juga diberikan kepada orang lain dalam bentuk pinjaman. Ini
dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan bahwa uang tersebut bersumber dari
hasil tindak pidana.
Dalam UU 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU nomor
15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, pasal 1 ayat (1) disebutkan
Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan,
membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduga merupakan Hasil Tindak Pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau
menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi Harta
Kekayaan yang sah.
Bab 3
Penutup
A. Kesimpulan
Tersangka Muslem Syamaun diduga melakukan tindakan
penggelapan pajak yang dengan potensi
kerugian sebesar Rp 50 miliar yang didapatkan dari hasil pungutan pajak , yaitu
Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dimana hasil pungutan
pajak tidak di setorkan kepada pemerintah tetapi digunakan oleh tersangka untuk
dipinjamkan ke beberapa orang.
Selain penggelapan pajak tersangka juga melakukan
tindakan pidana lain yaitu pencucian uang (money laundry) dengan membeli aset
dan memberikan kepada bebrapa orang dalam bentuk pinjaman.
B.
Saran
Saran dari penulis yaitu adanya hukuman atas tindakan
penggelapan pajak yang tegas dan jera agar pelaku-pelaku tindak pidana tersebut
jera dan adanya hukuman sosial agar pelaku merasa malu dan tidak mengulangi lagi
perbuatan tersebut.
Daftar pustaka
Komentar
Posting Komentar